Sudah lama tak berbagi cerita panjang tentang tingkah polah dua kurcaciku. Baru-baru ini aku mendapatkan sebuah tulisan yang disadur dari pengalamannya setelah mengikuti sebuah seminar dengan pembicara: Bu Elly Risman. (baca disini).
Menurutku setiap orang tua wajib baca ini. Kenapa? karena saya melihatnya selalu. Melihat ketika game online membuat anak lupa bersikap jujur dan lain sebagainya.(tapi bukan anakku)

Yang pertama, karena aku sendiri bergerak dibidang usaha itu, warnet dan game online. Aku mengendalikan dua buah warnet dan satu buah game online secara langsung.

Kedua, Aku juga mempunyai anak laki-laki yang pada dasarnya mempunyai minat yang sama terhadap game, dan lagi dirumahku internet online 24 jam bisa di akses dari mana dia suka (wifi atau pc).

Ketiga, Aku juga melihat lalu lintas karakter pelanggan yang sudah kecanduan game (mungkin tidak hanya pelanggan tapi juga operatornya).

Tapi, saya punya peraturan!

Aku pernah membaca sebuah artikel di www.wolipop.com, tentang empat saran yang tidak boleh diikuti otang tua. Salah satunya "Jadikan anak sebagai teman". --> ternyata ini adalah saran yang keliru. Menurut Ellen, "Ketika Anda menjadi teman untuk anak Anda, ini akan melemahkan otoritas dan membuat kedudukan Anda menjadi tingkat sosial yang sama dengan sang anak. Orang tua seharusnya menjadi figur yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan. Orangtua juga harus berperan sebagai 'role model' bagi anak-anaknya," (baca disini)

Maka aku membuat sebuah otoritas yang memang sudah dikompromikan dengan Hamdi, salah satunya tentang 'waktu' bermain game. dan Game apa saja yang boleh dan tidak boleh.


Hamdi hanya mempunyai kesempatan pada saat weekend (sabtu sepulang sekolah dan minggu) untuk bermain game. Disini dia boleh memilih bermain dengan gadget apa (PS, Notebook, PC, sekarang galaxy tab ku). You may choose one, dengan catatan Tidak ada game online dihari lain. Kecuali game di galaxy tab yang sebenarnya hanya game hp, semua gadget terlarang untuk di sentuh. mengapa aku tidak bisa konsisten terhadap game yg ada di galaxy tab?

Karena, setelah pulang sekolah, kedua anakku selalu ikut kemanapun aku pergi. Ada dua hal yang tidak membuat Hamdi bosan ; membaca dan game.  Sedangkan aku selalu membawa G tab. Tapi dia sadar betul bahwa, walaupun hanya game di G tab, dia tidak bisa memaksa kalau tidak aku ijinkan. Jadi aku lihat kondisi, kalau memang keadaan sudah terlalu membosankan untuk dia, aku perbolehkan dia mengotak-atik G tab ku. Tapi tetap, otoritas ada padaku atau ayahnya (untuk game hp memang tidak ada peraturan baku, semua tergantung dari ijinku).

Beda halnya ketika weekend tiba. Hamdi berhak memilih. Seandainya di hari itu kami ingin keluar, undangan, atau hanya sekedar berbelanja, hamdi punya hak untuk memilih ikut atau tidak. Namun seringnya dia lebih memilih ikut kami ketimbang tinggal. Jadilah waktu untuk dia main game berkurang lagi. Tapi itu tidak selalu, terkadang ia juga memilih tinggal. Yang pasti, dia sudah harus membuat keputusan yang tepat untuk dirinya sendiri.

Nah, dengan peraturan seperti ini, Hamdi tidak pernah berhenti (menghentikan langkahnya) untuk masuk ke salah satu room PC untuk bermain game ketika pulang sekolah, yang mana kalo mau masuk kerumah (toko) harus melewati deretan PC PC yang bisa saja mempengaruhi dirinya untuk berhenti disana. Tapi tidak, dia tidak pernah memintanya. Dalam hal ini aku berikan apresiasi yang luar biasa. Bayangkan dia bisa meredam keinginan bermain game selama seminggu, sedangkan dirumahnya ada  20? 35? oww 47 PC yang siap disentuh tangannya walau hanya sekedar bermain game facebook. Berada di lingkungan yang always online, gadget lengkap, dan orang-orang yang hi-tech merupakan sebuah tantangan untuk hamdi. Ini bagaikan menahan lapar dan haus ketika puasa. Oh ya aku lupa, hamdi sudah mampu berpuasa hampir penuh di umur 5 tahun, dan penuh di umur 6 tahun. Dia layak mendapatkan banyak ciuman untuk konsistensinya menahan diri.

Beda halnya kalau sudah sabtu pagi, Bangun pagi, dia akan antusias berkata:

"Ma, pulang sekolah hamdi mo langsung main game. Jadi pas pulang sekolah, Hamdi maunya mama udah ada di gerbang".


Dalam hal pemilihan Game, setelah membaca artikel itu, kami membuat sebuah perjanjian baru. Perjanjian untuk game-game mana aja yang boleh hamdi mainkan, dan game mana aja yang tidak boleh. Dasarnya apa? Aku tanya dia tentang game itu.

"Diantara semua game onlie yang pernah hamdi mainkan, ada gak game yang ada perempuan gak pake baju atau bajunya gak nutup aurat?"

"Ada, tapi bukan dalam game. gambarnya muncul disamping-sampingnya mungkin (maksudnya Ads), tapi bukan telanjang, cuman pakaiannya sikit".

"Oke yang itu gak boleh dimainkan lagi".

"Berarti Point Blank gak boleh ya ma?

"Kenapa gak boleh?" Karena setauku aman-aman aja.

"Kan terorisnya ada yang perempuan, pakaian perempuannya kayak singlet kecil, trus celananya pendek"

Oke, disini aku bingung. Sebab, klo aku liat, secara umum PB itu aman asal jangan sampe kecanduan. jadi aku jawab:

"Hamdi jangan pilih terorisnya yang perempuan. Kalo ketemu, langsung pergi". Karena kan pasti banyak tuh pemainnya, Jadi belum tentu selalu ketemu teroris yang perempuan."

Diantara semua game online, hanya game PB dan warcraft yang aku tau. oya... game facebook, dan game-game kecil dari situs game online.

Mengapa setelah membaca artikel itu aku tidak langsung melarang Hamdi main Game 'sama sekali'?

Menurutku, anak-anak punya hak untuk bersenang-senang. Dengan kita memberikan haknya sesuai dengan disiplin waktu dan aturan yang kita tetapkan itu, si anak akan lebih menghargai kewajibannya. Contoh: Aku TIDAK memasukkan anak anakku ke les pelajaran apapun. Dengan pemikiran bahwa, Mereka sudah mempunyai waktu belajar yang cukup selama disekolah (Hamdi sekolah mulai jam 8 pagi s/d 12 siang) --> sudah digabung pelajaran umum, agama, dan Iqro' didalamnya. Yang mana pelajaran agama itu terdiri dari: Bahasa arab, aqidah akhlak, fiqih, Qur'an hadist. Semua sudah terangkum di sekolahnya. Tugasku adalah mendampinginya ketika ada PR atau hanya sekedar sedikit mengulang pelajaran.  Sepulang sekolah adalah waktunya hamdi tidur siang atau main bersama teman. Saat itu kalau hamdi tidak mau tidur siang, biasanya dia milih ngerjain PR dulu (kalau ada), jadi sorenya bisa puas main. sedangkan malamnya puas baca buku (selain pelajaran). ---> oya, dirumahku juga ada ribuan komik, novel, dan buku cerita. (uUntuk note selanjutnya aku akan mencoba sharing bagaimana agar anak dapat memilih komik yang layak dia baca atau tidak). Walau sebenarnya tidak ada komik dewasa dalam koleksiku, tapi dalam kebanyakan komik remaja tetap ada beberapa gambar laki-laki dan perempuan yang berdekatan. --->disini hamdi juga sudah mampu memilih.

Sepulang sekolah aku perbolehkan hamdi membaca komik kalau memang tidak ada PR. 
Kok longggar sekali peraturannya?

Karena aku tidak mau mendengar dia main-main ketika sedang belajar disekolah, atau pekerjaan sekolahnya tidak selesai. Nah, untuk yang ini aku juga menggunakan otoritasku. Disekolah adalah kewajiban dia mengikuti peraturan sekolah dan peraturanku;
"PEKERJAAN SEKOLAH DISELESAIKAN DISEKOLAH". Jika dia lalai? dan pekerjaan sekolahnya tidak selesai karena dia sibuk main dengan teman sekelas? Sebagai gantinya, dia tidak dapat menyentuh game di hari sabtu (ini adalah konsekuensi yang ditawarkannya alias dia sendiri yg menentukan bentuk konsekuensinya di awal perjanjian).
Tapi jika dia berhasil apalagi medapat nilai bagus, nlai-nilai itu akan dikumpulkan sebagai poin (1 kali 100 =1 point, 6 poin akan dapat hadiah kejutan). Tapi bukan berarti dia dihukum kalau tidak mendapatkan nilai 100. Jadi kewajiban dia disini hanya berusaha sebaik mungkin menyelesaikan tugas sekolahnya. Kalaupun dia dapat 100, itu adalah hadiah darinya untukku, maka wajar bagiku memberikan dia hadiah juga.

ADA KEWAJIBAN ADA HAK

Jika kewajiban itu dilanggar, maka ada konsekuensinya.

Walau sangat sangat jarang sekali, terutama belakangan ini, tapi kalau memang ada pelajaran sekolah yang tidak diselesaikannya disekolah, ayahnya akan bertanya ke hamdi:

"Hamdi ayah mau tanya, Apakah mama nyuruh hamdi belajar sepulang sekolah kecuali ada PR?"

"Nggak yah" jawab Hamdi

"Apa mama nyuruh hamdi les pelajaran banyak-banyak pulang sekolah sampe-sampe hamdi gak punya waktu main?"

"Nggak yah"

"Apa mama ngelarang hamdi main-main sama teman kalo sore?"

"Nggak yah"

"Apa mama ngelarang hamdi baca komik kalo mama liat hamdi baca komik?"

Nggak yah

"Jadi, Gunakan waktu belajar hamdi disekolah untuk belajar. Waktu istirat baru main sama teman. Karena selama mama ngasih hamdi hak untuk menghabiskan waktu hamdi dengan baca komik, buku, main, dan nggak nyuruh hamdi les macam-macam, maka selama itu Hamdi harus menghargai keinginan mama supaya hamdi serius belajarnya di sekolah."

CAtatan: Jika ingin memberikan kewajiban terhadap anak, maka cukupkan juga hak nya.
Bermain Game Online, perlu otoritas orang tua didalamnya.

Dengan semua hak dan kewajiban yang kami sepakati, HAmdi bisa melakukannya dengan baik. 
Khilaf itu biasa, apalagi untuk seorang anak. Kita aja bisa khilaf apalagi anak-anak. Tapi berusahalah untuk tetap KONSISTEN.


BAhkan untuk warung Game yang aku kelola sendiri ada beberapa peraturan:
1. Anak sekolah dilarang masuk sebelum pukul 13 siang, apapun alasannya.
2. Pada saat Sholat Jumat, semua harus keluar.
3. Magrib tutup
Jika melanggar , maka opertornya dikenakan sanksi bahkan diberhentikan.

Contoh lain: salah seorang pelanggan game online (siswa SMP) selalu diantar dan dijemput kedua orang tuanya ke wargame. NAh disini, aku salut meihat orang tuanya, memberikan anaknya bermain tapi tetap dengan mengontrolnya.
Berbeda lagi dengan seorang ibu dan bapak di waktu berbeda tiba-tiba datang, lalu menyeret dan menampar anaknya didepan orang ramai, lalu membentak operator yang sedang jaga.
Saya jadi bisa mengerti 'bahwa anak yang begitu" karena "orang tua yang begitu".
Satu hal yang sebenarnya perlu diketahui oleh para orang tua, Kewajiban Game online untuk menutup diri adalah pada jam sekolah, selebihnya pada saat sholat jumat dan magrib. Setelah pulang sekolah, itu adalah kewajiban orang tua yang memberi pengertian ke anak untuk memberi batasan waktu terhadap anaknya untuk bermain game.
Sekali lagi: ketika ingin menuntut kewajiban anak, maka berikan hak yang pantas untuk mereka.
Dan tetap KITA sebagai orang tua sebagai pemegang OTORITAS.

Jika Hamdi yang dikelilingi oleh gadget lengkap, dunia online 24 jam, beserta fasilitas lainnya saja mampu menahan diri dan mengikuti saran serta otoritas orang tuanya, maka aku yakin semua anak dapat melakukan hal yang sama dengan dukungan orang tua. 

Tapi ingat OTORITAS tidak sama dengan OTORITER.

0 Komentar